Selamat Datang di Blog Sederhana Kami,, Semoga Bermanfaat

Memiliki anak cerdas menjadi impian banyak orangtua. Tahukah Moms, kecerdasan (IQ) si kecil tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor keturunan, tapi juga faktor stimulasi. Berdasarkan riset, perkembangan kecerdasan si kecil dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu nature dan nurture. Faktor nature mengacu pada faktor genetik atau keturunan. Kita pasti sering mendengar komentar, “Kalau orangtuanya pintar, anaknya pasti pintar”. Tapi benarkah? Belum tentu, karena faktor nurture atau stimulasi yang berasal dari lingkungan juga berperan. Nurture berupa nutrisi tepat dan stimulasi melalui musik, kegiatan, bermain, dan bahasa.

Banyak bergerak, selain membuat anak aktif, juga dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya. Di sisi lain, perkembangan kinestetik akan memperkuat kesadaran sensori yang dimulai pada sistem saraf dan berujung pada sendi dan otot.

Hampir setiap respon gerakan melalui perintah otak. Kecuali gerak refleks tubuh yang merupakan gerakan spontan otot-otot tubuh tanpa adanya perintah dari otak. Itu sebabnya, bila rangsangan kinestetik diberikan kepada anak dengan melibatkan gerakan tubuh, sel-sel otaknya semakin banyak terstimulasi. Ini berarti, seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki anak akan tumbuh dan berkembang.

Menurut Drs. Bambang Sujiono, MPd., Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ ini, kemudian memberikan ragam stimulasi kinestetik mulai usia 0 hingga 6 tahun.

Usia 0-1 tahun

Di usia 3-4 bulan kandungan, janin sudah menunjukkan gerakan tubuh pertamanya, yang semakin bertambah sejalan dengan pertambahan usia kehamilan. Gerakan kedua muncul saat bayi lahir, yaitu gerak refleks.

“Gerakan seperti mengisap puting susu ibu, gerak refleks tangan dan kaki, mengangkat kepala saat ditengkurapkan, dan membuka jari saat telapak tangannya disentuh, merupakan gerakan refleks yang bertujuan untuk bertahan hidup,” tutur konsultan dan stimulator potensi kecerdasan anak ini.

Kemampuan kinestetik lain yang mesti dimiliki bayi usia 3-6 bulan adalah merayap dan merangkak. Kemampuan ini merupakan awal dari perkembangan bergerak maju, duduk, berdiri, dan berjalan. Orangtua bisa menempatkan bola warna-warni di depan bayi saat ia tengkurap. Warna-warni akan menarik bayi untuk mengambil dengan berusaha bergerak maju.

Setelah merangkak, anak akan belajar berjalan. Untuk berjalan, diperlukan kekuatan otot kaki, punggung, perut, keseimbangan tubuh, koordinasi mata-tangan-kaki, serta aspek mental, emosional, dan keberanian. Dengan banyaknya aspek yang terlibat dalam proses berdiri dan berjalan, jumlah sel otak yang terstimulasi pun bertambah banyak. Saat belajar berjalan, anak mencoba merambat dan berdiri sambil berpegangan benda-benda yang kuat.

Usia 1-2 tahun

Di usia setahun, seluruh kemampuan dan keterampilan kinestetiknya sudah terbentuk. Untuk itu, perlu diberikan pengembangan stimulasi dengan penambahan pada bentuk, media, tingkat kesulitan, dan lainnya.

Anak akan lebih mudah belajar melempar daripada menangkap. Agar kemampuan anak menangkap bola atau benda bertambah, rajin-rajinlah orangtua bermain lempar-tangkap bola. Dengan cara ini pula kemampuan koordinasi mata dan tangan anak akan terlatih. Bila anak sudah mampu menangkap dan melempar, tingkat kesulitannya bisa ditambah. Contohnya, menambah jarak lempar-tangkap, mengganti bola yang lebih besar dengan yang kecil, serta arah lemparan semakin cepat.

Teknik-teknik tersebut akan membantu menguatkan otot-otot lengan anak serta mengembangkan keterampilan motorik halus dan kasar, koordinasi mata-tangan, visual-spasial, kecepatan reaksi, dan kelenturan. Kesemuanya, menurut Bambang, merupakan respon dari sel-sel otak.

Usia 3-4 tahun

Di usia ini, keterampilan dan kemampuan anak sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak usia 1-2 tahun. Perbedaan yang nyata hanya pada kualitasnya. Anak usia 3-4 tahun berlari lebih cepat ketimbang anak usia 1-2 tahun, lemparannya lebih kencang, dan sudah mampu menangkap dengan baik.

Agar kemampuan dan keterampilan motorik halus serta kasar kian berkembang, anak bisa diberikan stimulasi kinestetik. Ia mencontohkan beberapa hal seperti berjalan atau berlari zigzag, berjalan dan berlari mundur untuk mengembangkan otak kanan, melompat dengan dua kaki ke berbagai arah, menendang bola dengan kaki kanan atau kiri ke berbagai arah, melempar bola ke berbagai arah dengan bola sedang sampai kecil, melempar bola ke sasaran seperti huruf, angka, atau gambar, menangkap bola dari berbagai arah, bermain bulutangkis, mencoret-coret berbagai bentuk geometri untuk mengembangkan otak kiri dan kanan, serta menggerakkan kedua tangan dan kaki dengan memukul drum mainan.

Usia 5-6 tahun

Pada usia 5-6 tahun, hampir seluruh gerak kinestetiknya dapat dilakukan dengan efisien dan efektif. Gerakannya pun sudah terkoordinasi dengan baik. Namun, seperti diungkapkan Bambang, anak kelompok usia ini lebih menyukai permainan yang tidak banyak melibatkan motorik kasar.

Faktor genetika memang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak saat dilahirkan. Namun kecerdasan saat anak beranjak dewasa juga ditentukan dari nutrisi dan stimulasi yang diberikan oleh orang tua mereka. Kedua hal ini, yaitu nutrisi dan stimulasi, bahkan paling berperan menentukan kecerdasan anak dalam masa pertumbuhan.

Saat seorang anak dilahirkan, otaknya belum tumbuh dengan sempurna. Pertumbuhan otak anak ini berlangsung pada usia lima tahun pertama atau biasa disebut periode emas pertumbuhan. Pada masa inilah orangtua berperan sangat penting dalam memberikan stimulasi agar perkembangan otak optimal dan anak mencapai kecerdasan yang tinggi di kemudian hari.

Stimulasi adalah kegiatan merangsang dan melatih kemampuan anak yang berasal dari lingkungan luar anak (orang tua atau pengasuhnya). Untuk itu tentu saja anak juga membutuhkan dukungan nutrisi yang cukup berupa protein, energi serta asam lemak essensial seperti AA, DHA, asam amino essensial T&T (Tirosin dan Triptofan), mineral seperti Fe, Ca, Zn.

"Tujuan stimulasi untuk balita usia 0-1 tahun adalah agar mereka harus mengenal sumber suara dan mencari objek yang tidak kelihatan, melatih kepekaan perabaan, koordinasi mata-tangan dan mata- telinga," ujar Dr. dr. Kusnandi Rusmil Sp.A (K), Ahli Tumbuh Kembang Anak dari Rumah Sakit Hasan Sadikin.

Sedangkan untuk balita usia 2-3 tahun stimulasi yang diperlukan adalah melatih mengembangkan ketrampilan berbahasa, warna, mengembangkan kecerdasan dan daya imajinasi. Tahapan balita usia 3-6 tahun adalah mengembangkan kemampuan perbedaan dan persamaan, berhitung, menambah dan sportivitas. Stimulasi akan membuat sistem syaraf berfungsi dengan baik.

Selain bantuan stimulasi dan nutrisi, yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga dalam mengoptimalkan stimulasi pada anak. Pemberian stimulasi dan nutrisi pada anak tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pengasuh atau baby sitter. Orangtua harus berperan aktif membina kebersamaan keluarga dan menciptakan waktu berkualitas (quality time) dengan waktu yang sedikit namun dimanfaatkan sebaik-baiknya. Stimulasi utama diberikan khusus untuk anak usia 0 - 7 tahun.

Di dalam perkembangan seorang anak, stimulasi merupakan suatu kebutuhan dasar. Stimulasi dapat berpe-ran untuk peningkatan fungsi sensorik (dengar, raba, lihat rasa, cium), motorik (gerak kasar, halus), emosi-sosial, bicara, kognitif, mandiri, dan kreativitas (moral, kepemimpinan). Selain itu, stimulasi juga dapat merangsang sel otak (sinaps).

Menurut Hartono, semakin dini dan semakin lama stimulasi itu dilakukan, maka akan semakin besar manfaatnya. Katanya, ada beberapa tahapan kegunaan dari proses stimulasi pada bayi ketika pertama kali dilahirkan. Pada usia bayi 0 - 6 bulan, penyesuaian dan persepsi ibu dapat terbentuk melalui proses stimulasi. Sedangkan, pada usia 0 - 36 bulan intelektual dan perilaku mulai terbentuk. Sementara pada usia 0 - 48 bulan, kognitif , dan 0-96 bulan keahlian membaca dan menulis perlu dirangsang. "Stimulasi semenjak dini juga sangat diperlukan dalam merangsang perkembangan otak, baik itu otak kanan maupun otak kiri," tambahnya.

Menurut Mayke, usapan halus yang dilakukan di perut ibu yang sedang mengandung juga diperlukan untuk membuat janin merasa tenang. Katanya, bila janin banyak bergerak, seorang ibu dapat melakukan usapan lembut pada perutnya. Tetapi, sekalipun stimulasi untuk janin diperlukan, dalam pelaksanaannya haruslah dilakukan secara bijaksana. "Jangan sampai orang tua terlalu bersemangat menstimulasi janinnya sehingga lupa kebutuhan janin untuk beristirahat," tambahnya

Dalam penjelasannya, Mayke menegaskan akan pentingnya bermain dalam proses stimulasi yang dilakukan pada anak. Sebab, menurut Mayke bermain adalah dunia kerja anak. "Nah dalam proses bermain inilah penyediaan waktu orang tua untuk menjadikan sarana bermain sebagai media efektif peningkatan kecerdasan anak sangat diperlukan," tambahnya.

DHA-ARA

Di lain hal, Soepardi Soedibyo dalam penjelasannya, mengatakan akan pentingnya zat asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam arakhidonat (ARA) pada bayi. Menurutnya, zat DHA-ARA sangat diperlukan dalam proses perkembangan kecerdasan bayi, baik ketika masih didalam kandungan maupun setelah lahir.

Kandungan DHA dan ARA telah teruji secara klinis membantu perkembangan otak dan meningkatkan ketajaman penglihatan. "Ketika sebelum lahir, suplai zat ini diberikan oleh ibu melalui plasenta, sedangkan setelah lahir diberikan melalui Air Susu Ibu atau ASI," ungkapnya. Oleh karena itu tambahnya, ASI merupakan satu hal yang penting bagi seorang ibu untuk diberikan kepada bayi. Menurutnya, bayi yang mendapatkan ASI, tingkat IQ atau kecerdasannya lebih baik.

Kematangan sistem imun pada bayi yang diberikan ASI juga lebih baik daripada formula biasa. "Sebab, kandungan DHA-ARA terdapat pada ASI, bukan pada susu sapi," terangnya.

Soepardi menambahkan, proses pemberian ASI pada bayi yang paling baik adalah pada masa enam bulan pertama setelah lahir. Pada masa itu, kandungan LC-PUFA (asam lemak yang diperlukan pada saat pembentukan sel membran, otak dan penglihatan) cukup dipenuhi kebutuhannya bagi bayi. Bayi baru lahir tidak mampu mensintesiskan secara keseluruhan untuk kebutuhannya, sehingga perlu mendapat AA dan DHA yang berasal dari LC-PUFA dari ibu semasa kehamilan.

Selain berguna bagi bayi, pemberian ASI pada bayi dikatakan Soperdi sangat memberikan keuntungan pada seorang ibu. Risiko keganasan pada payudara, ovarium, dan uterus, maupun osteoporosis dapat dikurangi dengan memberikan ASI pada bayi. "Keuntungan yang lain adalah mempercepat penyembuhan sesudah melahirkan dan pengembalian berat badan," tambahnya.

“Nutrisi itu adalah basic atau infrastruktur. Kalau infrastruktunya bagus, maka mudah menerima stimulasi. Kalau stimulasi baik, maka mudah menerima pelajaran,” jelas Dr Dwi Putro Widodo SpA(K), konsultan ahli saraf anak RSCM.

Stimulasi berupa pengalaman sensorik (mendengar, melihat, meraba, menghirup, dan mengecap) merupakan ”guru” yang sangat baik untuk sel-sel otak si kecil. Pengalaman sensorik mengajarkan sel-sel otak tentang tugasnya. Semakin dini dan semakin sering Moms menstimulasi otak si kecil, maka semakin besar manfaatnya terhadap tumbuh kembangnya.
Categories: